top of page

China Makin Melunak Pada AS, Harga Minyak Menanjak Naik

PT BESTPROFIT FUTURES BANJARMASIN

PT BESTPROFIT FUTURES - Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari Kamis, harga minyak mentah jenis brent kontrak Februari 2019 naik sebesar 0,5% ke level US$ 60,45/barel, hingga pukul 11.42 WIB. Di waktu yang sama, harga minyak mentah light sweet kontrak Januari 2019 menguat 0,33% ke level US$ 51,32/barel. Kedua harga minyak mentah kontrak berjangka mampu rebound, pasca kemarin ditutup di zona merah. Pada penutupan perdagangan hari Rabu (12/11/2018), harga minyak light sweet dan brent kompak terkoreksi masing-masing sebesar 0,97% dan 0,08%. - PT BEST PROFIT Sejumlah faktor menjadi penopang pergerakan harga minyak hari ini, dari mulai sentimen damai dagang Amerika Serikat (AS)-China hingga pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Kemarin, sebenarnya harga minyak mentah sempat melesat hingga 1% lebih, sebelum akhirnya berangsur-angsur melemah hingga akhir perdagangan. Tekanan datang dari proyeksi teranyar yang dirilis OPEC. - PT BESTPROFIT Dalam laporan bulanannya, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2019 sebesar 31,44 juta barel/hari. Turun 100.000 barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya, dan di bawah tingkat produksi global yang saat ini mendekati 33 juta barel/hari. Kemudian, cadangan minyak mentah AS juga dilaporkan "hanya" turun sebesar 1,2 juta barel pekan lalu, mengutip data dari Departemen Energi AS (US Energy Information Administration/EIA). Penurunan itu jauh lebih kecil dari data kelompok industri American Pertroleum Institute, yang melaporkan tergerusnya cadangan hingga 10 juta barel. - BESTPROFIT FUTURES Adapun, analis juga mengekspektasikan penurunan cadangan sebesar 3 juta barel, masih lebih besar dibandingkan realisasi versi EIA. Kedua sentimen ini kembali mengonfirmasi bahwa ancaman kelebihan pasokan alias oversupply masih menghantui komoditas ini. Barang yang pasokannya berlimpah tentu harganya turun, dan ini yang terjadi pada harga minyak kemarin. - BPF BANJAR Meski demikian, hari ini harga si emas hitam mendapatkan energi dari aura damai dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh membangkitkan optimisme pelaku pasar. Pasca sempat menimbulkan kekhawatiran, pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China di Xi Jinping di Argentina pada awal bulan ini mulai membuahkan hasil. Teranyar, China dikabarkan mencabut referensi untuk kebijakan pembangunan industri berteknologi tinggi, atau akrab disebut "Made in China 2025", yang sudah lama membuat AS panas. Hal ini nampaknya dilakukan Beijing untuk mengurangi tensi perdagangan antar AS-China di tengah negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung. - BESTPROFIT BANJAR Sebagai informasi, Made in China 2025 merupakan strategi kunci bagi tujuan China dalam mentransformasi negaranya menjadi superpower global di bidang promosi dan pengembangan teknologi tingkat tinggi pada 2050. Hal itu memang mengganggu dominasi AS selama ini di sektor semikonduktor, robotik, penerbangan, mobil berenergi bersih, dan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Pihak AS pun cukup berbahagia dengan langkah China tersebut. Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross menyatakan bahwa China telah mengurungkan rencana 2025 dalam rangka merespon keberatan dari AS dan negara lainnya. Ross menambahkan bahwa AS sebenarnya tidak keberatan bahwa China bisa mengembangkan teknologi yang lebih maju, namun harus dengan metode yang beradab. - BEST PROFIT "Kita keberatan terkait penggunaan metode-metode yang tidak beradab, seperti mencuri rahasia, pemaksaan transfer teknologi, dan semacamnya. Kita senang jika dapat berkompetisi secara adil," ucap Ross dalam wawancaranya dengan CNBC International, seperti dikutip dari Reuters. Perkembangan ini lantas diyakini investor akan menjadi katalis yang luar biasa bagi perkembangan damai dagang Washington-Beijing. Pasalnya, masalah hak kekayaan intelektual dan pemaksaan transfer teknologi memang jadi salah satu pengganjal negosiasi dagang selama ini. Terlebih, ada kabar baik dari sisi perdagangan. Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa China telah kembali membeli kedelai AS "dalam jumlah yang besar". "Saya baru mendengar hari ini bahwa mereka (China) membeli kedelai dalam jumlah yang besar. Mereka baru saja mulai," ucap Trump pada sebuah wawancara dengan Reuters. Kemudian, orang no. 1 di AS itu juga mengemukakan bahwa diskusi dagang dengan Beijing sudah berlangsung melalui telepon, yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan pertemuan pejabat resmi dari kedua pihak. Kepercayaan diri investor untuk masuk aset-aset berisiko di negara berkembang pun pulih. Hal ini lantas membuat bursa saham global menghijau. Kinerja bursa saham yang positif ini kemudian menular ke performa harga minyak. Pulihnya bursa saham menjadi sinyal bahwa investor mulai percaya diri dengan perekonomian dunia yang siap menggeliat. Kala ekonomi global mengalami perbaikan, maka permintaan energi dunia (termasuk minyak mentah) pun diekspektasikan akan membaik. Secara fundamental, harga minyak mentah juga ditopang oleh OPEC dan mitra produsen non-OPEC (termasuk Rusia) yang menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel/hari pada akhir pekan lalu. Rinciannya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari. Keputusan pemangkasan produksi ini akan dimulai pada bulan Januari 2019, dengan menggunakan level produksi pada Oktober 2018 sebagai baseline. "Pemangkasan produksi dari OPEC dan Rusia akan berkontribusi bagi keseimbangan penawaran dan permintaan global. Alhasil, hal ini akan membantu menstabilkan harga minyak," tulis Moody's Investor Service dalam risetnya yang berjudul Oil and Gas - Global 2019 Outlook. Masih Ada Risiko yang Menghantui Harga Minyak Meski demikian, ada risiko yang sebenarnya membatasi penguatan harga minyak mentah hari ini. Sebagian analis berpendapat bahwa volume pemangkasan yang disepakati OPEC cs bisa jadi tidak menghasilkan dampak yang diharapkan. Fereidun Fesharaki dari perusahaan konsultan energi FGE menyatakan bahwa pemangkasan produksi OPEC cs kemungkinan tidak cukup untuk "membersihkan" cadangan minyak yang membanjir dalam periode 3 bulan sampai akhir kuartal I-2019, seperti dilansir dari Reuters. Atas dasar itu, FGE menyatakan bahwa harga kemungkinan akan bergerak di kisaran US$ 55-60/barel untuk Brent, dengan harga light sweet sekitar US$ 5-10/barel di bawahnya. Berita buruk lainnya, AS bersiap mengakhiri tahun 2018 sebagai produsen minyak terbesar dunia, mengungguli Arab Saudi dan Rusia. Kemarin lusa, Departemen Energi AS (US Energy Information Administration/EIA) melaporkan bahwa produksi minyak rata-rata tahunan Negeri Paman Sam akan mencapai 10,88 juta barel/hari di tahun ini. EIA juga melaporkan ada kenaikan sebesar 1,53 juta barel/hari di tahun 2018, dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian, produksi di tahun 2019 diperkirakan meningkat mencapai 12,06 juta barel/hari secara rata-rata. Sumber: Merdeka PT BESTPROFIT FUTURES, PT BEST PROFIT FUTURES, PT BESTPROFIT, PT BEST PROFIT, BESTPROFIT FUTURES, BEST PROFIT FUTURES, BESTPROFIT, BEST PROFIT, BESTPRO, BPF, PT.BPF, BPF BANJAR, BPF BANJARMASIN, PT BEST, PT BPF

RECENT POST
bottom of page