top of page

Warga AS Kurang Tertarik Pakai WhatsApp, Data Pribadi Jadi Isu Utama

PT. BESTPROFIT FUTURES



Sejak awal 2022 sejumlah masyarakat Amerika Serikat (AS) kurang tertarik pakai pesan instan WhatsApp, yang telah diakuisisi oleh Meta, meski iklan muncul di layar televisi dan papan reklame. Pesan berisikan tak menyenangkan bagi pengirim pesan. Dalam iklan TV, terlihat seorang tukang pos menyerahkan surat dan paket yang sudah dibuka kepada penerima yang marah, sebelum memberi tahu penerima. BESTPROFIT


"Setiap teks yang Anda kirim sama terbukanya dengan surat Anda," kutipan isi iklan. Peringatan dan iklan itu berasal dari WhatsApp, layanan pesan seluler yang diakuisisi oleh Facebook pada 2014. Meskipun WhatsApp telah tumbuh menjadi platform pesan instan yang digunakan lebih dari seperempat populasi dunia, jangkauan platform di pasar AS tetap relatif kecil.


Data yang dibagikan kepada CNN Business oleh firma riset eMarketer menunjukkan WhatsApp memiliki kurang dari 63 juta pengguna di Amerika Serikat pada tahun lalu, atau sekitar 19 persen dari populasi negara itu. Angka itu jauh di bawah negara-negara seperti India, Brasil dan Indonesia di mana WhatsApp adalah salah satu mode komunikasi yang paling populer. PT. BESTPROFIT


India sendiri memiliki hampir 500 juta pengguna WhatsApp menurut eMarketer, yang merupakan lebih dari sepertiga populasinya.


"Seiring waktu, kami telah melihat lebih banyak orang di AS beralih ke WhatsApp," kata Eshan Ponnadurai, kepala pemasaran WhatsApp. Taruhannya bisa tinggi untuk Facebook yang sekarang dikenal sebagai Meta, untuk mengembangkan jangkauan WhatsApp di AS. Sementara aplikasi seperti Facebook dan Instagram sudah banyak digunakan di AS dan tidak memiliki banyak ruang untuk berkembang, potensi WhatsApp jauh lebih besar. Aplikasi perpesanan itu menghabiskan biaya Facebook US$19 miliar, selama hampir satu dekade. Namun, hanya menghasilkan menghasilkan sedikit pendapatan.


SMS dan iMessage masih jadi pilihan warga AS

Dengan lebih dari 2 miliar pengguna di seluruh dunia, WhatsApp telah menjadi layanan perpesanan yang dominan di banyak bagian dunia, termasuk sebagian besar Asia, Eropa, dan Amerika Latin.


Itu tidak terjadi di Amerika Serikat, di mana lebih dari separuh negara menggunakan iPhone dan aplikasi iMessage di ponsel mereka. Untuk pengguna non-iPhone, pesan teks tradisional atau juga dikenal sebagai SMS (atau MMS untuk berbagi gambar) masih menjadi pilihan. Lebih dari 2,2 triliun pesan teks dikirim di AS pada 2020, menurut CTIA, sebuah kelompok perdagangan untuk industri telekomunikasi AS. PT. BES PROFIT


"Satu-satunya kesamaan adalah SMS, teknologi berusia 30 tahun," kata Inderpal Singh Mumick, CEO perusahaan komunikasi Dotgo, berbasis di New Jersey. Google yang menjalankan sistem operasi Android merupakan saingan smartphone terbesar Apple. Google tengah dalam proses mengganti SMS dengan sistem yang dikenal sebagai Rich Communication Services (RCS) untuk aplikasi pesan defaultnya.


Google menggambarkan RCS sebagai 'standar industri modern yang lebih aman' yang memberi pengguna cara yang lebih aman dan lebih interaktif untuk saling berkirim pesan. Namun, peluncurannya terbilang lambat, dan SMS tetap masih populer. Mumick memperkirakan ada sekitar 40 juta pengguna RCS di AS, dari 500 juta secara global.


Pedoman privasi


WhatsApp telah lama menggembar-gemborkan penggunaan enkripsi end-to-end di aplikasinya, yang berarti hanya pengirim dan penerima pesan yang dapat melihat isinya. Sementara beberapa pesaing lain termasuk iMessage dan Signal juga menawarkan enkripsi ujung ke ujung.


WhatsApp sejauh ini merupakan platform yang terbesar dalam hal basis pengguna, menurut laporan CNN. Ponnadurai mengatakan WhatsApp melihat narasi yang berkembang seputar privasi data, sebagai edukasi keamanan percakapan di pesan teks. Ada beberapa argumen SMS tidak aman, menurut beberapa pakar privasi.


"SMS jelas tidak aman," kata Riana Pfefferkorn, peneliti di Stanford Internet Observatory yang berfokus pada masalah enkripsi dan privasi. Menurutnya, SMS memiliki kerentanan yang membuat panggilan dan pesan teks orang Amerika tidak terlindungi dari pengintaian.


Masalah kepercayaan publik

Dalam beberapa tahun terakhir, Facebook menghadapi masalah dalam hal melindungi privasi dan keamanan data penggunanya. Serangkaian kebocoran yang dibeberkan mantan pegawai Facebook akhir tahun lalu, membuat reputasi perusahaan semakin ternodai. Bahkan ada dugaan enkripsi yang dijamin oleh perusahaan sudah dijual dan tak lagi aman.


"Banyak gangguan privasi perusahaan telah menimbulkan suasana ketidakpercayaan secara umum," kata Pfefferkorn.


Menurutnya, saat ini masyarakat tidak percaya Facebook benar-benar menghormati privasi mereka, dan banyak orang tidak percaya Facebook WhatsApp benar-benar tidak dapat membaca pesan WhatsApp mereka. BES PROFIT


WhatsApp telah menghadapi serangan balasannya sendiri atas privasi. Perusahaan terpaksa menunda pembaruan kebijakan privasi tahun lalu, setelah kebingungan tentang banyak data yang dibagikan WhatsApp untuk monetisasi.



Sumber : cnnindonesia

Comentários


RECENT POST
bottom of page